Berapa standar saya?
Saat melamar pekerjaan, kita sering tidak mempersiapkan diri begitu dapat pertanyaan 'mematikan' dari pewawancara, terutama yang berkaitan dengan gaji. Jawaban yang keluar pun akhirnya bikin kita kecewa sendiri:“Aduh... berapa ya, Pak?” atau “Ya... terserah Ibu saja, deh!” O-o!
Biarpun fresh graduate, kita tetap bisa, kok, menentukan 'harga'. “Para pencari kerja harus melakukan pekerjaan rumah mereka: melakukan riset berkaitan dengan posisi dan gaji yang diincar. Kita sebaiknya, tuh,tahu perkiraan gaji seorang lulusan S1 tanpa pengalaman kerja di posisi A, misalnya,” .
Saat cari tahu soal gaji, jangan terpaku pada nominal besar saja. Bisa saja, nih, take home payment alias gaji bersihnya tidak terlalu besar, tetapi kita mendapat sejumlah benefit, seperti tunjangan kesehatan, transport, makan, dan komunikas i(pulsa ponsel).
Perlu penyesuaian
Gimana kalau terlanjur mendapatkan gaji yang ternyata lebih rendah dari pasaran? Langsung minta penyesuaian pada atasan, protes pada SDM karena merasa dibohongi, atau mesti ngapain, nih?
Sebelum protes, lihat kembali isi kontrak kerja kita. Biasanya pada masa orientasi kerja, kita akan diberi tahu selama masa percobaan gaji kita sekian, setelah setahun baru ada kenaikan gaji dan bonus, dan sebagainya. Jika sudah menandatanganinya, berarti kita setuju, dan harus mengikuti aturan yang berlaku di perusahaan.
Namun,tidak tertutup kemungkinan untuk minta penyesuaian gaji, asal kita memberikan bukti berupa prestasi. Misalnya, sebagai sales, kita berhasil menjual barang sebanyak 15.000 dari target 10.000. Itu, kan, sudah over target. Kita bisa menanyakan pada atasan, dengan hasil yang sudah dicapai ini apakah bisa kita minta kenaikan gaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar